Daftar Blog Saya

Sabtu, 09 Agustus 2014

Masuknya Bangsa Barat Ke Indonesia



Pada permulaan abad Pertengahan, orang-orang Eropa sudah mengenal hasil bumi dari dunia Timur, terutama rempah-rempah dari Indonesia. Dengan jatuhnya Konstantinopel ke tangan Turki Usmani (1453) mengakibatkan hubungan perdagangan antara Eropa dan Asia Barat (Timur Tengah) terputus.

            Hal ini mendorong orang- orang Eropa mencari jalan sendiri ke dunia Timur untuk mendapatkan rempah-rempah yang sangat mereka butuhkan. Melalui penjelajahan samudra, akhirnya bangsa-bangsa Barat berhasil mencapai Indonesia. Kedatangan bangsa-bangsa Barat di Indonesia pada mulanya lewat kongsi-kongsi perdagangan. Kongsi-kongsi perdagangan tersebut berusaha untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Indonesia melalui praktik monopoli.

Faktor-faktor yang mendorong bangsa-bangsa Barat pergi ke dunia Timur, antara lain sebagai berikut.
1.Dikuasainya rute dan pusat-pusat perdagangan di Timur Tengah oleh orang-orang Islam.
2.Adanya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu dengan ditemukan peta dan kompas yang sangat penting bagi pelayaran.
3.Adanya keinginan untuk mendapatkan rempah-rempah dari daerah asal sehingga harganya lebih murah dan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
4.Adanya keinginan untuk melanjutkan Perang Salib dan menyebarkan agama Nasrani ke daerah-daerah yang dikunjungi.
5.Adanya jiwa petualangan sehingga menggugah semangat untuk melakukan penjelajahan samudra.

a.Masuknya Bangsa Portugis ke Indonesia 

            Bangsa Portugis telah berhasil mencapai India (Kalikut) 1498. Bangsa Portugis berhasil mendirikan kantor dagangnya di Gowa pada tahun1509.

            Pada tahun 1511 di bawah pimpinan  d'Albuquerque Portugis berhasil menguasai Malaka. Dari Malaka di bawah pimpinan d'Abreu tahun 1512 Portugis telah sampai di Maluku dan diterima baik oleh Sultan Ternate yang pada waktu itu sedang bermusuhan dengan Tidore. Portugis berhasil mendirikan benteng dan mendapatkan hak monopoli perdagangan rempah-rempah.

            Selain mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku, Portugis juga aktif menyebarkan agama Kristen (Katolik) dengan tokohnya yang terkenal ialah Franciscus Xaverius. Portugis ini tidak hanya memusatkan kegiatannya di Indonesia bagian timur (Maluku ), tetapi juga ke Indonesia bagian barat (Pajajaran). Pada tahun 1522 Portugis datang ke Pajajaran di bawah pimpinan Henry Leme dan disambut baik oleh Pajajaran dengan maksud agar Portugis mau membantu dalam menghadapi ekspansi Demak.

Terjadilah Perjanjian Sunda Kelapa (1522) antara Portugis dan Pajajaran, yang isinya sebagai berikut.
1)Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kelapa.

2)Pajajaran akan menerima barang-barang yang dibutuhkan dari Portugis termasuk senjata.

3)Portugis akan memperoleh lada dari pajajaran menurut kebutuhannya.

Awal tahun 1527 Portugis datang lagi ke Pajajaran untuk merealisasi Perjanjian Sunda Kelapa, namun disambut dengan pertempuran oleh pasukan Demak di bawah pimpinan Fatahilah. Pertempuran berakhir dan namanya diganti menjadi Jayakarta, artinya pekerjaan yang jaya (menang).


b.Masuknya Bangsa Spanyol ke Indonesia
            Kedatangan bangsa Portugis sampai di Indonesia (Maluku) segera diikuti oleh bangsa Spanyol. Ekspedisi bangsa Spanyol di bawah pimpinan Magelhaen, pada tanggal 7 April 1521 telah sampai di Pulau Cebu. Rombongan Magelhaen diterima baik oleh Raja Cebu sebab pada waktu itu Cebu sedang bermusuhan dengan Mactan. Persekutuan dengan Cebu ini harus dibayar mahal Spanyol sebab dalam peperangan ini Magelhaen terbunuh. 

            Dengan meninggalnya Magelhaen, ekspedisi bangsa Spanyol di bawah pimpinan Sebastian del Cano melanjutkan usahanya untuk menemukan daerah asal rempah-rempah. Dengan melewati Kepulauan Cagayan dan Mindanao akhirnya sampai di Maluku (1521). Kedatangan bangsa Spanyol ini diterima baik oleh Sultan Tidore yang saat itu sedang bermusuhan dengan Portugis.

Sebaliknya, kedatangan Spanyol di Maluku bagi Portugis merupakan pelanggaran atas "hak monopoli". Oleh karena itu, timbullah persaingan antara Portugis dan Spanyol. 

Sebelum terjadi perang besar, akhirnya diadakan Perjanjian Saragosa (22 April 1529) yang isinya sebagai berikut.

1) Spanyol harus meninggalkan Maluku, dan memusatkan kegiatannya di Filipina.

2) Portugis tetap melakukan aktivitas perdagangan di Maluku.


c.Masuknya Bangsa Belanda ke Indonesia 

            Sebelum datang ke Indonesia, para pedagang Belanda membeli rempah-rempah di Lisabon (ibu kota Portugis). Pada waktu itu Belanda masih berada di bawah penjajahan Spanyol. Mulai tahun 1585, Belanda tidak lagi mengambil rempah-rempah dari Lisabon karena Portugis dikuasai oleh Spanyol. Dengan putusnya hubungan perdagangan rempah-rempah antara Belanda dan Spanyol mendorong bangsa Belanda untuk mengadakan
penjelajahan samudra.

            Pada bulan April 1595, Belanda memulai pelayaran menuju Nusantara dengan empat buah kapal di bawah pimpinan Cornelis  de Houtman. Dalam pelayarannya menuju ke timur, Belanda menempuh rute Pantai Barat Afrika –Tanjung Harapan–Samudra Hindia–Selat Sunda–Banten.

            Pada saat itu Banten berada di bawah pemerintahan Maulana Muhammad (1580–1605) Kedatangan rombongan Cornelis de Houtman, pada mulanya diterima baik oleh masyarakat Banten dan juga diizinkan untuk berdagang di Banten.

            Namun, karenanya sikap yang kurang baik sehingga orang Belanda kemudian diusir dari Banten. Selanjutnya, orang-orang Belanda meneruskan perjalanan ke timur akhirnya sampai di Bali.

            Rombongan kedua dari Negeri Belanda di bawah pimpinan Jacob van Neck dan Van Waerwyck, dengan delapan buah kapalnya tiba di Banten pada bulan November 1598. Pada saat itu hubungan Banten dengan Portugis sedang memburuk sehingga kedatangan bangsa Belanda diterima dengan baik. Sikap Belanda sendiri juga sangat hati-hati dan pandai mengambil hati para penguasa Banten sehingga tiga buah kapal mereka penuh dengan muatan rempah-rempah (lada) dan dikirim ke Negeri Belanda, sedangkan lima buah kapalnya yang lain menuju ke Maluku.

            Keberhasilan rombongan Van Neck dalam perdagangan rempah-rempah, mendorong orang-orang Belanda yang lain untuk datang ke Indonesia. Akibatnya terjadi persaingan di antara pedagang-pedagang Belanda sendiri.

            Setiap kongsi bersaing secara ketat. Di samping itu, mereka juga harus menghadapi persaingan dengan Portugis, Spanyol, dan Inggris. Melihat gelagat yang demikian, Olden Barneveld menyarankan untuk membentuk perserikatan dagang yang mengurusi perdagangan di Hindia Timur. Pada tahun 1602 secara resmi terbentuklah Vereenigde Oost Indiesche Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur. VOC membuka kantor dagangnya yang pertama di di Banten (1602) di kepalai oleh Francois Wittert.

Tujuan dibentuknya VOC adalah sebagai berikut.

1.Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama pedagang Belanda.

2.Untuk memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan, baik dengan sesama bangsa Eropa, maupun dengan bangsa-bangsa Asia.

3.Untuk mendapatkan monopoli perdagangan, baik impor maupun ekspor.

KEDATANGAN BANGSA INGGRIS ke INDONESIA serta REAKSI yang DIHADAPINYA

                                                                                                                                                           
            Perlayaran orang-orang Inggris ke kawasan Asia Tenggara dan Dunia Timur umumnya tertinggal dibandingkan pada perlayaran orang-orang Portugis. Hal ini disebabkan perhatian orang-orang Inggris lebih ditumpahkan ke Benua Amerika dan rupa-rupanya mereka belum mengetahui jalan ke Timur melaui Tanjung Harapan.
            Pelaut-pelaut Inggris telah mencoba menempuh jalan melalui laut tengah sampai ke Siria. Tetapi, tidak dapat dilakukan untuk mengadakan hubungan dengan India dengan Dunia Timur. Pada akhir abad ke-6 Inggris menyadari bahwa satu-satunya jalan yang paling tepat untuk mengadakan hubungan dagang dengan Dunia Timur (Asia) adalah melalui Tanjung Harapan. Namun, pada waktu itu Inggris mengalami kesulitan karena belum dimilikinya kapal yang cukup besar yang mampu mengarungi Samudera sejauh 16.000 Km itu. Pelaut-pelaut Portugis nampaknya sudah terlebih dahulu mampu membuat kapal-kapal yang digunakan untuk menempuh rute pelayaran sejauh itu.
            Mungkin pula ada faktor lain, kenapa Inggris belum menggunakan rute pelayaran melalui TAnjung Harapan, yaitu : katanya Portugis merahasiakan jalan pelayaran melalui Tanjung Harapan tersebut. Pada tahun 1580 F. Drake dalam perjalanan keliling dunia singgah di Ternate setelah melayari lautan Pasifik. Dia melaporkan kepada pemerintahannya tentang pemerintahan Sultan Ternate agar diberi bantuan peralatan untuk melawan Portugis. Pada tahun 1586, Thomas Cavendis menggunakan rute pelayaran Selat Magelhaen-Samudera Pasifik. Sampai di Filiphina selanjutnya berlayar ke Maluku. Dia menerangkan bahwa di Maluku dilakukan perdagangan rempah-rempah secara bebas.
            Pada waktu ituada dua  pendapat tentang sikap yang bagaimana yang harus di ambil Inggris dalam menghadapi Portugis. Pendapat pertama meminta Inggris membantu Portugis agar Inggris memperoleh hak dari Portugis sehingga ada pembagian hak Monopoli diantara keduanya. Pendapat kedua mendesak agar Inggris segera merebut hak Monopoli perdagangan Portugis dan segera menggunakan jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Pengaruh kedua nampaknya lebih kuat dan mempunyai pengaruh dalam menentukan kebijaksanaan Inggris dalam melebarkan dengan dunia luar.
            Pada tahun 1591 satu ekspedisi yang terdiri dari tiga buah kapal bertolak dari Plymouth dipimpin oleh George Raymond dan James Lancaster, tujuannya adaalh ke India Timur melalui Tanjung Harapan. Penjelajahan ini tidak begitu berhasil karena hanya satu kapal yang berhasil melanjutkan perjalanan yaitu kapal yang dipimpin oleh Lancaster. George Raymond tenggelam, sedangkan sebuah kapal terpaksa kembali.
            Lancaster melanjutkan perlayaran sampai ke Selat Malaka dan Pulau Pinang, tetapi beliau ditawan kapal oleh perampok dari Perancis. Pelayaran James Lancaster ini dinilai penting artinya bagi perkembangan pelayaran kemudian hari. Berita berhasilnya Cornelis de Houtman sampai di Banten menggugah semangat pelaut Inggris untuk menggunakan Tanjung Harapan kembali dalam perjalanan jauh ke Dunia Timur.
            Pada tanggal 31 Desember 1600 didirikan East India Company. Berdasarkan piagam raja Maskapai dagang mempunyai hak monopoli perdagangan antara Tanjung Harapan dan Selat Magelhaen selama 15 tahun. Perlayaran pertama dilakukan dengan modal 68.000 pounsterling, ekspidisi ini dipimpin oleh James Lancaster dan Jhon Davis. Ekspidisi ini berhasil sampai di Aceh pada tahun 1602 selanjutnya berlayar menuju Banten. Mereka sangat kaget karena kedatangan mereka di Nusantara disambut sebagai lawan oleh Belanda sedangkan di Eropa pada saat itu Belanda adalah sekutu Inggris.
            Ekspedisi kedua dibawah pimpinan Henry Middleton sampai di Banten pada tahun 1604. Middleton berlayar terus sampai ke Ambon dan berunding dengan Portugis untuk memperoleh hak dagang tapi armada Belanda melarangnya. Ketika Middleton berhasil mendapatkan muatan cengkeh di Ternate dan pala di Banda, armada Belanda memaksanya kembali ke Banten. Sejak tahun 1610 hubungan antara Inggris dan Belanda semakin memburuk. Nampak kekuatan Belanda semakin unggul dibandingkan dengan kekuatan yang dibangun oleh Inggris. Usaha untuk menghilangkan perselisihan antara VOC dan EIC dengan jalan  perdamaian ternyata gagal. Walaupun Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan Inggris lebih dahulu dibandingkan dengan kedatangan Belanda. Namun Belanda tiding menghiraukan pernyataan tersebut.
Belanda mengemukakan bahwa alasan mereka mendapatkan hak perdagangan ini setelah mereka mengeluarkan cukup besar dalam persaingan melawan Portugis dan Spanyol.
            Sementara itu perhatian Inggris terbagi dua. Perhatian mereka lebih dicurahkan ke India. Pada tahun 1611 EIC telah membuka pusat perdagangan di Masuliptam dan kemudian membuka hubungan dagang dengan Siam dan Myanmar. Sementara itu Inggris telah berhasil menjalin hubungan dengan Aceh, Makasar, Pariaman, Jambi, Jayakarta, Jepara dan Sukadana. Mereka telah juga mendirikan kantor-kantor untuk perdagangan mereka. Diantara pemimpin perdagangan Inggris yang dianggap paling membahayakan kedudukan Belanda di Nusantara adalah Jhon Jourdei. Dialah yang paling banyak terlibat permusuhan dengan J. P. Ceon, gubernur jendral VOC. Dengan tegas Jordaen menegaskan bahwa perdagangan di Maluku adalah bebas baik untuk Belanda maupun Inggris. Permusuhan nantara VOC dan EIC terjadi ketika perlayaran George Cokayne dan George Ball dipimpin oleh Gerard Reynest, peristiwa itu terjadi pada tahun 1615. Dalam kontak senjata ini, Belanda mengalami kekalahan. Pada tahun1616 juga terjadi ketegangan antara kapal-kapal Inggris di bawah kepemimpinan Samuel Castleton dengan armada VOC dibawah pimpinann Jan Dirkszoon Lam. Karena kekuatan VOC lebih besar, maka Inggris pun mengalah.
            Ketika J.P. Ceon menjadi gubernur jendral ia berjanji mengusir semua kekuatan Portugis, Spanyol dan Inggris dari Maluku, Pulau Banda akan diduduki oelh komunis-komunis dari Belanda. Meskipun pada tahun 1619 tercapai perdamaian antara Inggris dengan Belanda pada kenyataanya Belanda tisak mau menepati isi perjanjian perdamaian tersebut. Pada tahun 1621 mereka mengusir Inggris dan Belanda.
            Tahun 1623 Belanda menuduh Inggris telah berkomplot untuk menentang Belanda. Tahun 1623 Inggris melaukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap beberapa orang Inggris, peristiwa ini kemudian dikenal dengan "Amboyna Massacre" (pembunuhan di Ambon). Tindakan kekerasan rupa-rupanya dimaksudkan Belanda agar Inggris segera keluar dari Maluku.
            Pemerintah Inggris rupanya tidak mempersiapkan peperangan untuk kepentingan EIC dikepulauan Nusantara. Inggris kemudian menarik diri dari kegiatan perdagangan di Asia Tenggara. Pada tahun 1628 kantor dagang Inggris dipindahkan dari Jayakarta ke Banten bahkan pada tahun 1628 Inggris di usir dari Banten oleh Belanda. Pada tahun 1684 Inggris mendirikan Port York di Bengkulu. Inilah daerah kekuasaan Inggris yang tetap bertahan terhadap ancaman Belanda. Pada tahun 1417 karena kesulitan alam, Inggris terpaksa memindahkan kedudukannya dan mendirikan benteng baru Port Marlborough, tidak jauh dari tempat semula. Didaerah inilah kekuasaan Inggris tetap bertahan sampai tahun 1824. Pada tahun inilah setelah ditandatangani Treaty of London, Inggris keluar dari Bengkulu bertukar dengan Malaka yang semulanya telah diduduki Belanda.

Indonesia dan VOC (Verenigde Oostindische Compagnie)

            Pada abad ke-16 Portugis dan Spanyol menguasai pelayaran ke Asia serta menguasai perdagangan rempah-rempah antara Asia dengan Eropa, khususnya perdagangan lada. Dalam perkembangan selanjutnya di Eropa, Raja Portugal memiliki kekuasaan tunggal atas pengangkutan dan pembelian hasil bumi dari Asia. Semua kontrak jual beli hasil bumi ditentukan harganya oleh Raja Portugal. Orang-orang Belanda yang dikenal sebagai pedagang merasa dirugikan oleh tindakan Portugal tersebut, dan akhirnya berusaha mencari jalan sendiri untuk menghindari monopoli perdagangan Portugal.
            Atas inisiatif Staten-Generaal (semacam Dewan Rakyat) pada tanggal 20 Maret 1602 didirikan perusahaan dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) di Amsterdam, yang kemudian berkembang di berbagai kota lainnya. Para pedagang besar Belanda sebagai pemegang sahamnya. Dalam waktu hanya lima tahun VOC memiliki 15 armada yang terdiri dari 65 kapal yang memulai pelayarannya dari pelabuhan-pelabuhan Rotterdam, Amsterdam, Middelburg, Vlissingen, Veere, Delft, Hoorn dan Enkhuizen.
            Sebelum terbentuknya VOC, ekspedisi Belanda pertama ke Asia telah melakukan tiga kali pelayaran antara tahun 1594 – 1596 namun  mengalami kegagalan. Para pelaut banyak yang jatuh sakit karena keracunan makanan yang sudah membusuk. Kapal pertama Belanda mendarat di Banten tahun 1596, tetapi tidak mendapat rempah-rempah seperti yang diharapkan. Pelayaran selanjutnya ke Maluku (kapal “De Houtman” dan “Van Beuningen”) mengalami kegagalan  juga, karena terjadi bentrokan fisik antara awak kapal dengan penduduk setempat sehingga banyak pelautnya yang mati. Pada tahun 1597 tiga dari empat kapal kembali ke Belanda dan dari 249 awak kapal hanya tinggal 90 orang yang masih hidup.  Ekspedisi kedua dilakukan pada tahun 1598 dengan 8 buah kapal dibawah komando kapten kapal van Neck dan van Warwijk yang berhasil membawa rempah-rempah dalam jumlah  besar dari kepulauan Maluku terutama dari Banda, Ambon dan Ternate.
            VOC merupakan perusahaan multinasional yang pertama di dunia yang tersebar di banyak negara, dan dalam melaksanakan kegiatan perdagangannya tidak segan-segan melakukan tindakan-tindakan yang tidak beradab, termasuk pembunuhan terhadap penduduk dan memperlakukan penduduk asli sebagai budak tanpa rasa perikemanusiaan khususnya di Indonesia. 
            Persaingan antara Belanda dan Portugis dalam perdagangan rempah-rempah di kepulauan Maluku berakhir ketika Belanda berhasil membangun permukiman tetap dengan mengusir Portugal pada tgl 23 Februari 1605. Secara umum dapatlah dikatakan bahwa Belanda berhasil menggantikan posisi Portugal mendapatkan sumber hasil bumi dari kepulauan Nusantara. Selama dua abad menguasai bumi Indonesia, VOC telah bertindak dan memerintah dengan menggunakan kekuasaan militer menekan dan mengadu-domba kerajaan-kerajaan setempat, memberlakukan hukumnya sendiri di seluruh Indonesia, memiliki pengadilan sendiri dan melakukan perdagangan monopoli yang sangat merugikan rakyat.
            Bagi Belanda VOC merupakan kenyataan sejarah yang membanggakan karena memberi nilai tambah yang tidak kecil kepada rakyat Belanda, dan karena alasan itu Kementerian Pendidikan Belanda memprakarsai peringatan dan perayaan 400 tahun VOC secara nasional yang pelaksanaannya dilakukan oleh swasta di seluruh negeri. VOC juga dianggap telah membawa kemakmuran serta kekayaan kultur bagi negara Belanda, bahkan dianggap membawa cakrawala baru karena berhasil “menguasai” kawasan-kawasan dunia baru. VOC dinilai berhasil mendorong berbagai perkembangan kemasyarakatan, dan dengan mengarungi lautan telah memperkaya bangsa Belanda belajar tentang bangsa-bangsa lain. Untuk itu generasi muda Belanda harus mengetahui tentang apa arti dan bagaimana perwujudan VOC sebagai bagian dari karya nyata dan kejayaan bangsa Belanda di masa lalu. Peringatan dan perayaan 400 tahun VOC akan dilakukan di 6 kota dan dipusatkan di Ridderzaal melalui pameran dan penyediaan informasi tentang VOC sepanjang tahun 2002. Pihak Belanda telah melakukan pendekatan kepada pemerintah Afrika Selatan, Sri Lanka dan India agar ikut serta mengambil bagian memperingat dan merayakan 400 tahun VOC. Karena dianggap akan mengandung kepekaan politik, panita VOC tidak mengajak Indonesia, walaupun Belanda menyadari bahwa sebagian besar kegiatan dan keuntungan yang diraup VOC justru berasal dari Indonesia.
 Pandangan terhadap peran VOC di Indonesia

            Dr Gerrit Knaap dari KITLV (Belanda), dalam tulisannya berjudul “Dutch Perception of Indonesian History, Anno 2001” dalam sarasehan mengenai sejarah hubungan Indonesia-Belanda di KBRI Den Haag pada bulan Agustus 2001, a.l. mengatakan “Personally, I fully agree to the fact that the VOC in Indonesia was nothing more and nothing less than a colonial state. This was already imminent in the charter by which the VOC was founded in 1602, where it was stipulated by the government that this company not only should be the exclusive Dutch Organization to trade in the area between Cape of Good Hope and Cape Hoorn, but that also possessed the right to wage war, make peace and built fortress in that area. War, peace and fortress are attributes of a state, not of a trader.” Selanjutnya Dr Knaap menambahkan dalam tulisan yang sama bahwa … “the VOC as such is an organization with two faces, that of the merchant and that of the statesman”. Bahkan dia mengkhawatirkan tentang adanya sikap orang-orang di Belanda bahwa seolah-olah VOC hanya melaksanakan perdagangan saja di Indonesia, karena berarti orang-orang tersebut samasekali tidak tahu tentang sejarah yang sebenarnya.

            Dr Anhar Gonggong sejarawan Indonesia, dalam kesempatan yang sama, a.l. mengatakan bahwa VOC merupakan simbol dari kehendak Belanda untuk mendapatkan keuntungan ekonomi-perdagangan sekaligus perluasan wilayah kolonialnya. Dr Anhar Gonggong menyitir pendapat Dr Verkuyl yang mengatakan : “Selama pemerintahan VOC, yang merupakan suatu kongsi dagang monopolistis yang dipersenjatai, yang memiliki kedaulatan atas wilayah-wilayah tertentu yang diperolehnya dengan merampas”.Apa yang dilakukan VOC di Indonesia, menurut Dr Anhar Gonggong  merupakan tindakan awal dari kekuatan-kekuatan imperialis-kolonialistik. Dengan perkataan lain merupakan proses awal penancapan kekuasaan kolonialistik yang didorong oleh motif ekonomi-merkantil. Motif ini hanya bisa berhasil kalau didukung oleh pemerintah Belanda dengan memberi bantuan militer.
            Sementara ilmuwan Belanda maupun Indonesia cukup banyak yang memiliki kesimpulan sama tentang peran VOC di Indonesia pada abad ke 16 dan 17 yaitu tidak terlepas dari politik kolonialisme Belanda, namun di pihak lain sampai sekarang masih cukup banyak pihak-pihak di Belanda yang beranggapan bahwa kolonialisme Belanda  di Indonesia memiliki misi khusus, yang mereka sebutkan sebagai “misi suci”  a.l. untuk  :
1.      men-civilized-kan orang-orang Indonesia yang masih primitif;
2.      memberi kemakmuran kepada orang-orang Indonesia yang masih terbelakang,
3.      mempersatukan orang-orang Indonesia yang selalu berkelahi antar mereka,
4.      memberi pendidikan dan kemajuan rakyat Indonesia, dan
5.      kedatangan VOC ke Indonesia semata-mata untuk berdagang saja.

Sikap pandang bangsa Indonesia terhadap peringatan 400 tahun VOC

            Masalah peringatan maupun perayaan 400 tahun VOC merupakan urusan orang Belanda sendiri dan merupakan haknya untuk memperingatinya dan tidak ada hubungannya dengan kepentingan langsung bangsa Indonesia. Belanda sendiri yang mengakui bahwa peringatan itu mengandung kepekaan politik bagi Indonesia, yang sebenarnya secara eksplisit sebagai suatu pengakuan bahwa kehadiran VOC di Indonesia tidak disukai rakyat Indonesia. Pihak Belanda tidak pernah melakukan pendekatan formal kepada Indonesia untuk ikut memperingati atau merayakan 400 tahun VOC, walaupun berdasarkan informasi ada pihak-pihak swasta di Indonesia yang “bersedia” melakukannya demi aliran bantuan yang diberikan oleh pihak Belanda.

            Bangsa Indonesia hendaknya melihat VOC sebagai bagian dari kolonialisme Belanda di Indonesia, dan Undang Undang Dasar Republik Indonesia secara tegas menentang kolonialisme dalam bentuk apapun. Persoalan yang kita hadapi adalah tentang kewajaran dan kepantasan bagi bangsa Indonesia untuk ikut meramaikan peringatan atau perayaan 400 tahun VOC di bumi Indonesia sendiri, sementara kita tahu dan sadar bahwa kehadiran VOC di Indonesia telah memakan banyak korban harta dan jiwa rakyat Indonesia serta merupakan bagian dari kekuasaan kolonialistik.
            Salah satu keberhasilan dan kesuksesan VOC menguasai seluruh wilayah Indonesia adalah melalui kemampuannya memanfaatkan sikap bangsa kita yang mudah diadu-domba karena keragaman etnis, dan juga menggunakan penguasa bangsa Indonesia sendiri untuk menekan rakyatnya. Apakah bangsa kita sekarang ini  masih mau dan bersedia untuk terus dijadikan ajang adu-domba demi membela kepentingan asing, tentunya bangsa kita sendiri yang dapat menjawabnya. Perbedaan intern yang menimbulkan pertentangan bahkan konflik antar kita merupakan kelemahan yang harus kita akui, dan untuk menanggulanginya  hanya dapat oleh kemauan kita sendiri.
            Dengan dalih mengapa kita harus menghilangkan kesempatan menikmati bantuan, masih ada orang-orang di Indonesia yang berpendapat bahwa menolak untuk ikut memperingati 400 tahun VOC sebagai tingkah “pahlawan kesiangan” karena persoalan VOC sudah merupakan persoalan masa lalu. Masa lalu memang tidak perlu diungkit kembali apalagi kalau diikuti dengan pembalasan dendam, tetapi penglihatan terhadap masa lalu hendaknya juga tidak menghilangkan perasaan pengorbanan dan penderitaan rakyat terhadap kekuasaan asing yang lalim, seperti perasaan bangsa Belanda terhadap penjajahan Jerman.
            Keinginan dan maksud Belanda untuk membangun kembali monumen kehadirannya di Indonesia pada masa-masa lalu tentunya perlu kita sambut, tetapi hendaknya pembangunan tidak dikaitkan dengan peringatan 400 tahun VOC. Keinginan membangun monumen Belanda itupun perwujudannya harus pula berimbang, karena bukan hanya kemegahan gedung secara fisik saja yang harus diperhatikan tetapi juga tempat-tempat dimana pihak Belanda pernah menyiksa bangsa Indonesia perlu dipertontonkan. Hal ini perlu diketahui oleh generasi muda di Indonesia dan Belanda, sebagai suatu pelajaran agar segala macam penindasan  tidak terulang lagi.
            Keadaan sudah berubah dan hubungan Indonesia dengan Belanda sudah semakin baik dan bangsa Belanda sudah menjadi sahabat bangsa Indonesia, apalagi masyarakat Belanda telah membantu ketika Indonesia sedang dalam keadaan sulit. Namun tentunya kita tidak perlu meninggalkan prinsip kita sendiri terhadap kolonialisme. Persahabatan adalah persahabatan, sedangkan prinsip adalah tetap prinsip. Kehadiran Belanda di bumi Indonesia adalah suatu kenyataan sejarah, dan sejarah hubungan kedua bangsa dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu yang buruk dan yang baik bagi keduabelah pihak.. Yang buruk harus dijadikan peringatan untuk tidak diulang lagi, sementara yang baik kalau perlu dapat kita sempurnakan. Generasi baru di Indonesia dan Belanda perlu mengerti perjalanan sejarah hubungan kedua bangsa sebagai monumen yang memiliki dua dimensi tersebut, untuk dapat dijadikan pelajaran positif agar tidak terulang kembali peristiwa yang pernah menyakitkan salah satu pihak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar